Diposkan pada Blog Competition, Blog dan Media Sosial, Buku dan Cerita, Kesehatan, Lomba Blog, Memories, PGRI

Covid-19 Itu Nyata

Hallo teman-teman semuanya! Pasti masih ingat di awal tahun 2020 lalu, negara kita digemparkan dengan munculnya pasien pertama positif di Indonesia. Perlahan dari satuan, puluhan, ratusan, dan tidak terasa hari ini sudah mencapai jutaan. Pada mulanya kita hanya mendengar pasien positif itu adalah orang yang tidak kita kenal sama sekali. Namun perlahan di antara pasien positif itu adalah teman, tetangga, keluarga, atau bahkan ANDA sendiri.

Bagi sebagian orang yang masih menganggap covid-19 ini konspirasi, mohon dipikirkan dengan bijak. Betapa sudah banyak tenaga medis sebagai garda terdepan yang menjadi korban. Dan ini adalah cerita saya yang sangat sedih sekalihgus semakin sadar bahwa covid-19 jangan dianggap sepele. Kisah awal tahun 2021 yang penuh ujian, karena saya mendapatkan kabar bahwa mama positif terkena covid-19.

Di awal tahun 2021 saat saya mencoba menghubungi mama via whattsapp video, dan saat itu mama saya terkena sakit. Beliau bilang ini sakit biasa, persis seperti tahun lalu pasca liburan ke pantai. Bedanya saat sakit tahun lalu, di rumah lengkap ada anak, menantu, dan cucu. Namun sakit beliau di tahun ini, hanya beliau sendirian di rumah. Anaknya semua merantau. Posisi saya yang masih tergolong dekat, yaitu Palembang ke Sukabumi. Sementara teteh dan Deami sedang berada di Jepang dan Estonia (Eropa) untuk melanjutkan S2 serta bekerja di sana. Apakah langsung terdeteksi sebagai covid? Tentu tidak! Mama bilang hanya merasa pusing karena kehujanan dan batuk itu efek kehujanan. Akhirnya mama minta dibelikan obat batuk. Saya pun meminta bantuan ojol untuk membelikan obat batuk dan pilek beliau. Serta makan siang yaitu kupat tahu kesukaanya. Namun saat saya coba kembali menelpon beliau, mama merasa sangat lemah dan tidak kuat.

Akhirnya mama memutuskan untuk diinfus ke RS. Langsung dibawa ke IGD dengan bantuan saudara kami di sana. Sedih, rasanya saat itu juga ingin pulang dan terbang ke Sukabumi. Di waktu yang bersamaan uak pun (kakaknya Mama) dirawat. Dan pada malam harinya kami sangat kaget mendapatkan kabar duka bahwa uak sudah berpulang. Saat itu juga rasanya tidak keruan. Dan siang hari saat saya mencoba kembali menelpon mama, beliau memaksa pihak RS untuk pulang. Karena beliau merasa sudah baikan. Akhirnya mama pun pulang. Namun di subuh keesokan harinya, beliau kembali down. Saat ku coba menelpon, di rumah terdengar suasana yang sedang ramai dan panik untuk memesan mobil dan ambulance untuk beliau. Seketika saya meraasa jadi anak yang tidak berguna. Ingin pulang keadaan tidak memungkinkan. Karena saya kerepotan harus pulang membawa dua anak saya yang masih ekcil, sementara suami masih di luar kota. Akirnya saya hanya bisa memantau dari jauh.

Kami, anak-anak mama pun menyarankan mama untuk di bawa ke salah satu RS swasta dengan harapan mendapatkan pelayanan terbaik. Dan dugaan saat itu adalah mama terkena covid. Beberapa gejala sudah mengarah ke sana yaitu demam, sesak nafas, dan batuk yang tidak berkesudahan. Untuk mendapatkan penanganan ada surat pernyataan yang harus kami tanda tangani. Isi pernyataan itu membuat saya menangis tidak karuan. Karena ada pernyataan, bisa jadi kondisi pasien memburuk saat di ruang isolasi dan jika meninggal setuju dimakamkan secara covid. Dengan berusaha berpikir secara tenang, kami pun menyetujui isi formulir tadi dan menandatanganinya. Minimal mama sudah mendapatkan penanganan dan perawatan terlebih dahulu. Dilakukan swab pertama dan hasilnya akan keluar dalam waktu tiga hari.

Akhirnya setelah tiga hari, hasil swab pun keluar dan mama positif. Beliau harus dipindahkan ke ruangan isolasi di RS tersebut. Setiap hari saya kontrol keadaan beliau dengan menelpon RS dan bertanya pada suster jaga. Karena kondisi mama yang sangat lemah saat itu. Jika harus berdoa sama Allah, rasanya saya ingin menggantikan posisi mama yang sedang sakit. Namun qodarullah, ini adalah ujian. Kami hanya bisa berdoa untuk kesembuhan beliau.

Tes swab kedua, ketiga, hingga keempat masih saja positif. Namun alhamdulillah, ada perkembangan yang sangat baik dari mama. Sesak perlahan mulai menghilang, batuk pun sudah tidak sesering di awal. Namun rasa lemas dan susah tidur masih mama rasakan. Tepat 22 hari mama diisolasi, dan keadaan beliau sudah stabil. Pihak RS pun mengizinkan beliau pulang untuk isolasi mandiri di rumah. Semoga ini menjadi kabar baik dan hasil swab kelima mama negatif hasilnya.

Dari sini kami banyak belajar, bahwa covid-19 benatr-benar ada. Jangan menganggap sepele. Selalu jaga kondisi tubuh, terapkan protokol kesehatan. Dan fokuslah untuk selalu menjaga iman, imun dan rasa aman kita 🙂 Semoga yang masih berjuang untuk sembuh, diberikan kemudahan untuk sembuh. Semangat!

Palembang, 1 Februari 2021

Penulis:

Hello, Assalamualaikum. My name is Novianti Islahiah. Full time mom, full time student. I am graduate student in Hiroshima University at educational development, under Shimizu sensei supervision (Science education lab). I continue my master study here with scholarship from my government, Indonesia Endowment Fund for Education (LPDP). My undergraduate university is Indonesia University of Education as known as UPI, Bandung. My the best experience in teaching when I was in East Aceh along 1 year, to become SM-3T teacher in remote area. Now, I am a married woman with Mr. Rizal, and we have one son, Muhammad Afnan Hashif. His age is 17 months. Be happy always :)

Tinggalkan komentar